Trik kehabisan tiket kereta api ekonomi


Trik kehabisan tiket kereta api ekonomi
Kebijakan PT Kereta Api Indonesia yang melayani penjualan tiket 90 hari sebelum keberangkatan merupakan langkah maju. Pencantuman identitas penumpang pada tiket juga sangat tepat karena dapat menghapuskan percaloan. Namun di samping membawa dampak positif kebijakan tersebut juga membawa dampak negatif bagi sebagian kalangan masyarakat terutama masyarakat kalangan bawah pengguna kereta api ekonomi.

Beberapa waktu yang lalu saya ngobrol dengan sesama penumpang kereta dalam perjalanan menuju Solo. Tono mengeluhkan sulitnya mendapatkan tiket kereta karena selalu tiket selalu habis ketika akan berangkat dari Surabaya menuju Jakarta. Ia biasa mendapati tiket ke Jakarta untuk beberapa hari ke depan telah habis. Orang yang berkantong tebal sudah membeli tiket untuk beberapa kali penjalanan sesuai rencana. Bahkan ada yang beli tiket PP setiap minggu untuk 3 bulan ke depan.

Tono tidak pernah membeli tiket sebelum hari keberangkatan karena termasuk masyarakat berpenghasilan rendah. Jika mau berangkat ke Jakarta, ia langsung ke stasiun dan membeli tiket pada hari itu. Ketika mendapati tiket kereta yang di inginkan habis maka ia mencari tiket kereta setelahnya sampai dapat dan menunggu kalau ada pembatalan tiket. Bahkan kalau sampai tidak dapat tiket Tono bermalam di stasiun untuk mencari tiket pada hari berikutnya. Hal itu ia lakukan untuk menghemat ongkos karena rumahnya jauh dari stasiun, kalau harus pulang lagi ongkosnya sangat memberatkan.

Begitu juga ketika mau kembali ke Surabaya, ia harus standby di stasiun menunggu orang membatalkan tiket, kalau ada yang mau membatalkan tiket langsung ditempel antriannya supaya bisa dapat tiketnya. Bahkan sampai agak ekstrim, setiap orang yang bawa tiket ditanya ‘ Pak/Bu/Mbak mau mbatalin tiket?’. Orang yang ditanya mungkin berfikir ‘orang aneh’. Namun ia tidak mempedulikanya, yang penting bisa pulang.

Lain halnya dengan pengalaman Heru, seorang penumpang yang lain, khusus untuk kereta api bersubsidi dengan tarif tunggal semisal kereta Gaya Baru Malam, ia berani membeli tiket  walaupun tujuan tiket tidak sampai stasiun yang akan ia tuju. Misal ia mau pergi ke Solo, namun tiket yang tersedia tinggal Jakarta – Kroya, maka ia beli tiket itu, yang penting bisa masuk kereta, katanya. Sepanjang perjalanan Jakarta-Kroya dia menempati kursi sesuai tiket, namun setelah stasiun Kroya dia berpindah ke tempat yang kosong. Setiap stasiun dia bersiap-siap pindah ke tempat yang lain apabila kursi ditempati penumpang baru. Dengan cara itu ia yakin aman dari kontrol petugas, dan seandainya sampai ketahuan, ia yakin petugas tidak akan menurunkan di stasiun berikutnya sesuai ketentuan PT KAI, karena kereta yang dinaiki adalah kereta api ekonomi bersubsidi dengan tarif tunggal, ‘jauh dekat kan harganya sama’. Ia sudah melakukannya berkali-kali dan aman-aman saja.

Demikianlah pengalaman  dua orang penumpang yang menyiasati kehabisan tiket kereta agar bisa tetap naik kereta. Kereta yang seharusnya dinikmati masyarakat kelas bawah ternyata banyak pula digunakan orang yang tidak seharusnya sehingga merugikan rakyat kecil. Semoga ditemukan solusi atas pemasalahan ini. Semoga bermanfaat. 

Comments

  1. Iya nih, mau beli online selalu habis...
    menarik cara yang ke-2 itu :)

    ReplyDelete

Post a Comment